Amerika Serikat (AS) mengubah arah kebijakan energi dengan memprioritaskan produksi migas daripada mengejar target nol emisi karbon. Menteri Energi AS, Chris Wright dalam pernyataan pada Kamis (6/2), menegaskan bahwa Departemen Energi AS akan fokus pada peningkatan produksi energi, termasuk energi fosil, meskipun tantangan perubahan iklim semakin besar.
Kebijakan itu bertentangan dengan upaya global yang lebih fokus pada pengurangan emisi untuk mengatasi pemanasan global.
Menurut Wright, kebijakan nol emisi justru akan menyebabkan tarif energi yang lebih tinggi bagi keluarga dan bisnis di AS. Hal ini dinilai berpotensi merusak ketahanan sistem energi AS dan mengancam keamanan energi serta nasional.
“Kebijakan ini berisiko merusak ketahanan energi kita dan mengganggu kestabilan ekonomi,” ujar Wright dalam perintah tersebut.
Keputusan ini juga mencerminkan prioritas yang ditetapkan oleh Presiden AS, Donald Trump, yang skeptis terhadap perubahan iklim dan berulang kali menyebutnya sebagai hoaks. Trump berjanji untuk terus mendorong produksi migas dan memaksimalkan potensi energi fosil yang dimiliki AS, dengan tujuan untuk mencapai dominasi energi secara berkelanjutan.
“Kami akan melepaskan cadangan energi Amerika untuk memastikan dominasi energi di dunia,” kata Trump.
Sebagai bagian dari kebijakan tersebut, pemerintah AS akan mempercepat proses izin tambang, memperkuat jaringan listrik, serta memperbesar kapasitas energi nuklir. Selain itu, pengembangan migas di Alaska akan diperluas, menggantikan upaya sebelumnya untuk melindungi daerah Arktik dari penambangan.
Mantan Presiden AS, Joe Biden, yang menetapkan target nol emisi pada 2050, berfokus pada energi bersih dan kendaraan listrik. Namun, di bawah pemerintahan Trump, produksi migas AS mengalami lonjakan, terutama dengan kemajuan teknologi pertambangan dan peningkatan harga energi global.
Demikian informasi seputar kebijakan produksi migas di AS. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di 8Detik.Com.