Impor migas Indonesia terus menunjukkan tren peningkatan, memaksa pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis guna mengatasi ketergantungan yang tinggi pada minyak impor. Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa saat ini impor minyak Indonesia mencapai 297 juta barel per tahun, sementara produksi minyak dalam negeri hanya 221 juta barel.
“Produksi minyak Indonesia hanya 221 juta barel per tahun. Sementara, kita mengimpor 297 juta barel, terdiri dari 129 juta barel minyak mentah dan 168 juta barel BBM,” ujar Bahlil dalam keterangannya, Selasa, 27 Agustus 2024.
Ketergantungan pada impor ini semakin diperparah dengan konsumsi BBM nasional yang mencapai 505 juta barel pada 2023. Sektor transportasi menjadi pengguna terbesar, menyerap hingga 248 juta barel atau 49 persen dari total konsumsi BBM.
Besarnya impor migas ini berdampak signifikan pada devisa negara. Menurut Bahlil, pengeluaran untuk impor migas telah menguras devisa negara sebesar Rp396 triliun pada tahun 2023. Kondisi ini memicu keprihatinan pemerintah, yang kini tengah merancang strategi untuk menekan angka impor migas.
Salah satu langkah yang dipertimbangkan adalah optimalisasi produksi minyak dalam negeri dengan memanfaatkan teknologi terbaru. Bahlil mencontohkan peningkatan produksi di lapangan minyak Banyu Urip, yang dikelola oleh ExxonMobil.
“Awalnya, produksi di Banyu Urip hanya sekitar 90-100 ribu BOPD. Namun, setelah diterapkan teknologi injeksi, produksi meningkat menjadi 140-160 ribu BOPD,” jelasnya.
Pemerintah berharap, dengan penerapan teknologi dan upaya peningkatan produksi dalam negeri, impor migas bisa ditekan sehingga ketergantungan pada minyak impor dapat berkurang. Langkah ini diharapkan tidak hanya mengurangi beban devisa negara, tetapi juga memperkuat ketahanan energi nasional.
Demikian informasi seputar kondisi impor migas di Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di 8Detik.Com.