Tag Archives: Amerika Serikat

Proyeksi Harga Batu Bara 2024: Analisis Bank Dunia dan Dampaknya pada Pasar Global

Bank Dunia telah merilis proyeksi harga batu bara Newcastle untuk tahun 2024, dengan perkiraan mencapai US$125 per ton. Namun, angka ini menunjukkan penurunan signifikan sebesar 27,7% dibandingkan dengan rata-rata harga tahun sebelumnya, dan merupakan rekor terendah sejak 2021. Penurunan ini dipengaruhi oleh proyeksi penurunan konsumsi batu bara di beberapa wilayah dunia.

Dalam laporan Commodity Markets Outlook edisi April 2024, Bank Dunia menjelaskan bahwa konsumsi batu bara diperkirakan akan mengalami penurunan yang signifikan di Uni Eropa dan Amerika Serikat. Hal ini sejalan dengan prospek adanya peningkatan penggunaan pembangkit listrik energi terbarukan.

Dampak dari penurunan konsumsi ini kemungkinan besar akan dirasakan oleh produsen batu bara yang mengandalkan ekspor, seperti Indonesia, Kolombia, dan Afrika Selatan.

Selain itu, Bank Dunia juga mencatat bahwa pasokan batu bara global telah melebihi permintaan dalam dua tahun terakhir. Jika tren ini terus berlanjut, harga batu bara pada tahun 2024 bisa turun lebih rendah dari perkiraan yang telah disebutkan sebelumnya.

Namun, tidak menutup kemungkinan adanya faktor-faktor yang dapat mengerek harga batu bara lebih tinggi dari proyeksi. Salah satunya adalah kenaikan konsumsi batu bara di China, yang merupakan salah satu konsumen terbesar batu bara di dunia. Selain itu, jika terjadi perlambatan penetrasi pembangkit listrik energi terbarukan, hal ini juga dapat berkontribusi pada kenaikan harga batu bara.

Dengan demikian, proyeksi harga batu bara untuk tahun 2024 mencerminkan kompleksitas dinamika pasar global dan ketergantungan pada berbagai faktor, baik dari sisi permintaan maupun pasokan. Perubahan dalam kebijakan energi dan dinamika ekonomi global akan terus mempengaruhi harga dan prospek industri batu bara di masa mendatang.

Demikian informasi seputar proyeksi harga batu bara tahun 2024. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di 8Detik.Com.

Harga Batu Bara Dunia Naik Tipis Akibat Kesulitan Logistik di Afrika Selatan

Harga batu bara global mengalami kenaikan tipis setelah ambruk 6%, terutama dipengaruhi oleh permasalahan logistik yang dihadapi oleh Thungela, perusahaan eksportir batu bara dari Afrika Selatan. Menurut data Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak Januari ditutup di posisi US$ 144,75 per ton pada perdagangan Rabu (13/12/2023), mencatat kenaikan sebesar 0,7%.

Krisis yang dihadapi oleh Thungela bermula sejak 30 Juni, ketika perusahaan ini mengalami kesulitan dalam produksi batu bara akibat krisis kereta api. Thungela, sebagai salah satu perusahaan eksportir terbesar di Afrika Selatan, mengalami kesulitan logistik yang signifikan. Produksi batu bara terpaksa dikurangi, dan sekitar 2,7 juta ton batu bara ditimbun karena sulitnya pengangkutan ke pelabuhan.

Afrika Selatan sebagai salah satu dari lima besar pemasok batu bara global bersama dengan Indonesia, Australia, Rusia, dan Amerika Serikat, menghadapi tantangan serius dalam rantai pasok batu bara. Krisis kereta api, yang disebabkan oleh kurangnya lokomotif, suku cadang, serta pencurian kabel dan vandalisme, telah memaksa perusahaan-perusahaan eksportir mineral curah di Afrika Selatan untuk membatasi produksi mereka.

Harga Batu Bara Bakal Naik atau Turun?

Thungela Resources mengumumkan estimasi penurunan produksi sebesar 7,6% dari operasinya di Afrika Selatan. Dalam pembaruan terbarunya, perusahaan ini memproyeksikan produksi batu bara Afrika Selatan sekitar 12,1 juta ton hingga akhir tahun 2023, menurun satu juta ton dari produksi tahun 2022.

Permasalahan logistik ini tidak hanya berdampak lokal, tetapi juga secara signifikan memengaruhi pasokan batu bara global. Thungela menimbun hampir seperempat dari penjualan ekspornya, menyebabkan pasokan global semakin terpangkas. Kesulitan dalam pengangkutan juga menciptakan ketidakpastian dalam pasokan dunia, yang dapat berdampak positif pada harga batu bara.

Di sisi lain, pasar Asia, khususnya Jepang dan Korea Selatan, menunjukkan peningkatan permintaan batu bara. Perusahaan utilitas di kedua negara ini cenderung lebih memilih batu bara dibandingkan gas alam cair untuk memenuhi kebutuhan listrik tambahan selama musim dingin di wilayah utara. Jepang dan Korea Selatan adalah pembeli utama batu bara termal yang terkait dengan Indeks Newcastle, menggunakan batu bara dengan kandungan energi 6.000 kilokalori per kilogram dari Australia sebagai eksportir bahan bakar pembangkit listrik terbesar kedua di dunia.

Dengan kondisi ini, pasar batu bara global dapat terus mengalami fluktuasi harga seiring berlanjutnya krisis logistik di Afrika Selatan dan perubahan pola konsumsi energi di pasar Asia.

Demikian informasi seputar perkembangan harga batu bara di pasar global. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di 8detik.com.

Simpanannya Anjlok Drastis: First Republic Bank Resmi Bangkrut dan Asetnya Disita FDIC

Kabar buruk datang dari Amerika Serikat (AS) dengan kabar bangkrutnya First Republic Bank yang memicu kepanikan nasabah. Aset bank tersebut akhirnya disita oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) pada awal bulan ini. Tak terlepas dari gejolak perbankan di AS, nasabah First Republic Bank yang kebanyakan kaya raya, segera menarik simpanannya. Namun, para ahli menegaskan bahwa para nasabah bank tersebut cerdik dan memiliki pilihan untuk memindahkan uang dengan cepat.

Melaporkan kinerja keuangan pada kuartal I tahun ini, First Republic Bank mengungkapkan telah kehilangan 40 persen simpanan atau sekitar US$100 miliar. Dengan kondisi semakin memburuk, saham First Republic Bank anjlok.

Namun, ada kabar baik di tengah keguncangan ini. JPMorgan Chase & Co telah membeli sebagian besar aset First Republic Bank, termasuk US$173 miliar pinjaman dan US$30 miliar sekuritas. Meski begitu, JPMorgan Chase & Co menegaskan tidak akan menanggung utang korporasi atau saham preferen First Republic.

FDIC juga telah menyetujui cakupan kerugian 80 persen selama tujuh tahun untuk hipotek perumahan keluarga tunggal, serta cakupan kerugian 80 persen selama lima tahun untuk pinjaman komersial, termasuk real estat komersial. Kesepakatan ini diyakini akan meningkatkan eksposur JPMorgan Chase & Co ke orang kaya di Amerika Serikat. Meski bangkrutnya First Republic Bank menimbulkan kekhawatiran, kesepakatan ini membuka peluang bagi JPMorgan Chase & Co untuk berkembang di pasar perbankan AS yang semakin kompetitif.