Tag Archives: Arief Prasetyo Adi

Langkah Antisipatif: Impor Beras 1,5 Juta Ton Beras untuk Cadangan Stok Pemerintah

Pemerintah Indonesia berencana untuk menambah impor beras sebesar 1,5 juta ton pada akhir tahun ini. Langkah ini merupakan respons terhadap penurunan produksi padi yang diprediksi terus berlanjut hingga akhir tahun, disertai dengan faktor El Nino yang memperburuk kondisi. Pelaksana Tugas Menteri Pertanian, Arief Prasetyo Adi mengungkapkan bahwa kebijakan ini tidak diambil secara terburu-buru, melainkan sebagai persiapan untuk menghadapi situasi mendesak seperti pemilihan umum (pemilu) dan perayaan Lebaran pada tahun 2024. Keberlanjutan produksi padi yang rendah dapat mengancam pasokan dan stabilitas harga beras.

Arief menegaskan pentingnya berpikir holistik dan mengantisipasi situasi yang mungkin terjadi, seperti penurunan stok Bulog di bawah 1 juta ton saat mendekati pemilu dan Lebaran. Keberlanjutan pasokan beras menjadi kunci untuk menjaga stabilitas harga dan mencegah kekacauan dalam negeri.

Pemerintah membutuhkan stok cadangan beras pemerintah (CBP) untuk mengantisipasi situasi mendesak seperti ini. CBP digunakan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga saat terjadi fluktuasi. Oleh karena itu, Perum Bulog perlu menambah stoknya sebagai persiapan untuk menghadapi kondisi darurat dalam distribusi beras.

Kondisi saat produksi padi sedikit seringkali memicu perebutan gabah di penggilingan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan harga beras. Oleh karena itu, impor beras menjadi salah satu langkah penting untuk menjaga pasokan dan harga beras tetap terkendali. Saat ini, stok CBP yang disimpan di gudang Bulog mencapai 1,7 juta ton, termasuk beras impor dan pengadaan dalam negeri. Impor beras sebanyak 2 juta ton yang diperintahkan awal tahun ini diharapkan akan selesai pada November. Langkah ini akan membantu memastikan ketersediaan beras yang memadai dan harga yang stabil saat menghadapi situasi kritis di masa mendatang.

Kepala Badan Pangan Nasional Akui Harga Bawang Putih Belum Turun di Pasaran

Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi menyatakan bahwa harga bawang putih belum mengalami penurunan hingga saat ini. Sebagai catatan, kenaikan harga bawang putih telah terjadi sejak awal Juni 2023. “Harga itu terus bergerak sebelumnya sekitar Rp15.000 per kilogram, dan sekarang sudah mencapai lebih dari Rp30.000 per kilogram di Indonesia,” ungkapnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Senin (4/9/2023).

Arief menjelaskan bahwa kenaikan harga bawang putih terjadi karena harga internasional juga telah mengalami kenaikan. Lebih dari 90% pasokan bawang putih di Indonesia berasal dari impor, terutama dari China. “Bawang putih telah menyumbang terhadap inflasi. Harga di China awalnya hanya sekitar US$700-740 per metrik ton (MT), kemudian naik menjadi US$900/MT, dan saat ini sudah mencapai US$1.200 per metrik ton (MT). Oleh karena itu, karena kita menjadi negara net importir, harga terus bergerak naik,” tambahnya.

Berdasarkan pantauan harga di Panel Harga Pangan yang dikelola oleh Badan Pangan Nasional, rata-rata harga bawang putih nasional saat ini mencapai Rp37.990 per kilogram. Di wilayah DKI Jakarta, harga rata-rata bawang putih telah mencapai Rp40.000 per kilogram. Sementara di Jawa Barat, harga mencapai Rp36.880 per kilogram, di Jawa Tengah Rp34.180 per kilogram, di DI Yogyakarta Rp34.380 per kilogram, dan di Jawa Timur Rp33.330 per kilogram.

Sebelumnya, Arief pernah memprediksi bahwa harga bawang putih akan mengalami penurunan bertahap, dengan target harga di bawah Rp36.000 per kilogram. Penurunan ini diharapkan terjadi dalam satu hingga dua bulan ke depan. “Kalau boleh menyebut angkanya, kita harapkan harga bawang putih bisa mencapai Rp36.000 per kilogram nanti. Ini akan berlangsung secara berkala,” ujarnya pada pertemuan di DPR RI pada Selasa (13/6/2023). Menurutnya, penurunan ini akan sejalan dengan penurunan harga bawang putih di China, yang turun menjadi US$800 dari harga sebelumnya US$1.300. Indonesia sangat bergantung pada harga bawang putih di China karena sebagian besar pasokannya diimpor dari negara tersebut.

Bapanas: Harga Beras Turun di Bulan September saat Bansos Mulai Disalurkan?

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi mengungkapkan prediksi menarik terkait pergerakan harga beras di bulan September mendatang. Menurutnya, harga dari beras diperkirakan akan mengalami penurunan seiring dimulainya penyaluran bantuan sosial (bansos) pangan. Meskipun demikian, efek dari penyaluran bansos pangan kepada keluarga penerima manfaat (KPM) sebanyak 21,35 juta keluarga tidak dianggap signifikan dalam mempengaruhi harga beras.

Dalam penjelasannya di Gedung DPR, Arief menyatakan bahwa penurunan harga dari beras yang diakibatkan oleh penyaluran bansos pangan mungkin akan mulai terlihat dalam waktu seminggu setelah dimulainya penyaluran. Namun, ia menegaskan bahwa penurunan tersebut tidak akan memiliki dampak yang besar terhadap perubahan harga beras secara keseluruhan.

Arief juga menggarisbawahi beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk menekan harga beras secara lebih signifikan. Salah satunya adalah dengan meningkatkan produksi beras dalam negeri. Namun, ada kendala yang dihadapi, terutama dalam hal pasokan gabah kering panen (GKP). Ia mengungkapkan bahwa banyak penggilingan padi yang telah tutup, mengakibatkan jumlahnya berkurang dari 180 ribu menjadi 169 ribu. Hal ini berdampak langsung pada harga GKP yang melonjak.

Arief menambahkan bahwa harga GKP saat ini mencapai Rp6.700 per kilogram. Karena itu, sulit bagi harga dari beras, terutama beras medium, yang saat ini mencapai Rp12 ribu, untuk turun mendekati Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp10.900 per kilogram. Ia menegaskan bahwa untuk mencapai target HET beras medium, diperlukan langkah-langkah untuk meningkatkan produksi.

Sebelumnya, pemerintah telah mengatur harga beras berdasarkan zona yang tercantum dalam Peraturan Bapanas Nomor 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras. Di zona 1, yang mencakup Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi, HET untuk beras medium ditetapkan sebesar Rp10.900 per kilogram, sementara beras premium seharga Rp13.900 per kilogram. Sementara itu, di zona 2 yang meliputi Sumatera (kecuali Lampung dan Sumsel), NTT, dan Kalimantan, HET beras medium sebesar Rp11.500 per kilogram dan beras premium seharga Rp14.400 per kilogram. Untuk zona 3 yang mencakup Maluku dan Papua, HET beras medium ditetapkan sebesar Rp11.800 per kilogram, sementara beras premium dihargai Rp14.800 per kilogram. Apakah harga beras akan benar-benar turun nantinya?